Selasa, 18 Desember 2012
NGELMU SEJATI CIREBON
A. Asal Usul Ajaran Ngelmu Sejati Cirebon
Ngelmu Sejati atau Ngelmu Hakekat adalah ajaran kebatinan/mistik yang tersebar luas di daerah Karesidenan Cirebon, terutama di Kabupaten Cirebon dan Indramayu. Orang-orang agama/santri menaminya ngelmu engkik atau ngelmu garingan, artinya ilmu kering, karena para pengikut ngelmu suka memberi gelar kepada orang-orang agama/santri sebagai itik atau angsa karena setiap hari selalu bermain air (wudhu atau mandi).
Ajaran ini tidak pernah memiliki organisasi. Sumber ajarannya adalah buku-buku catatan yang disebut primbon yang ditulis dengan tangan memakai bahasa Jawa Cirebon bercampur bahasa Kawi (Sansakreta) dengan huruf Arab atau Jawa. Buku Primbon tersebut pernah dicetak dalam 12 jilid dan ditulis dengan bahasa Indonesia huruf latin pada tahun 1920 oleh Tb. Haji Burhan. Setelah tercetak dan terjual habis buku tersebut tidak lagi diterbitkan.
B. Penyebaran Ngelmu Sejati Cirebon
Pada masa pra kemerdekaan, oleh para pemimpin Islam (wali) ajaran ini ditentang untuk disiarkan. Namun demikian, ajaran ini disebarkan secara diam-diam oleh Sultan Kanoman, Sultan Kasepuhan, Sultan Kecirebonan dan terutama dari pihak keturunan Sunan Gunung Jati. Pasca kemerdekaan Indonesia, ajaran ini disebarluaskan oleh Sultan Keprabon yang bernama Pangeran Aruman.
C. Ajaran Ngelmu Sejati Cirebon
Isi ajaran Ngelmu Sejati Cirebon tersusun dalam lima pokok, yaitu:
Sahadat Sejati
Ajaran dan kupasannya memakai bahasa Jawa Cirebon yang artinya kurang lebih sebagai berikut:
“Waktu Gusti Rasulullah, Nabi Muhammad saw. akan meninggal dunia membisikkan ke telinga kanan Sahabat Ali, demikian, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah. Muhammad cahaya-Ku, Rasulullah rasa-Ku, ya Allah, ya Muhammad, ya Aku.””
Shalat Sejati
Shalat adalah hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Yang wajib ada lima, yaitu terletak pada mata, telinga, hidung, mulut dan kubul (kemaluan). Jadi, shalat sejati adalah shalat yang bisa menjaga lima hal tadi. Jika seseorang pandai menjaga yang lima tersebut maka hidupnya akan selamat sampai ke tempat yang dituju, yaitu Surga Sejati yang dirakit oleh Allah. Namun, jika ia tak pandai menjaganya, maka ia akan tersesat ke dalam surga penasaran, tempat jin, siluman, sileman dan berkasakan.
Shalat yang lima itu berpangkal pada shalat daim, alamatul hayat, waktu menarik nafas insan harus menyebut Allah dan waktu menghembuskannya insan harus menyebut Hu, demikian harus tetap (daim = kontinyu) tidak ada hentinya, sehingga insan tahu di mana letak Allah, Tuhan Sejati.
Martabat Tujuh
Ajaran Ngelmu Sejati, manusia terdiri dari empat unsur, yaitu bumi (tanah), air, api dan dingin, sehingga mewujudkan jasmaniah, yakni badan kasar. Dan yang dimaksud martabat tujuh di sini adalah tahapan lahir manusia yang terproyeksi ke dalam tujuh fase (martabat tujuh).
a. Alam Ahadiyat (alam azali abadi), adalah alam sebelum manusia lahir ke dunia.
b. Alam Wahdat, alam kesatuan dari dua jenis.
c. Alam Wahdaniyat, alam Maha Tunggal. Kesatuan tidak ada selain daripada wujud yang satu.
d. Alam Arwah, alam mulai ada tanda gerak hidup bayi kira-kira umur empat bulan dalam kandungan ibu.
e. Alam Mitsal, adalah merupakan bentuk yang lebih lunak.
f. Alam Ajsam, yaitu sudah berbentuk manusia lengkap dengan tulang dan daging, namun belum sempurna.
g. Alam Insan Kamil, bayi sudah dalam keadaan sempurna kira-kira umur sembilan bulan di dalam kandungan ibunya, kemudian lahirlah dengan keadaan sempurna.
Tribahwana
Tribahwana artinya tiga buana (dunia), yaitu tiga jagat alam besar. Dalam Primbon Ngelmu Sejati disebut demikian:
“Sebelum aku tajalli (lahir ke dunia) lebih dulu membentuk tiga mahligai, yaitu:
Baitul Makmur adanya di dalam kepala manusia. Di dalam kepala ada tempurung kepala, di dalamnya ada otak atau akal, di dalamnya ada pikiran, di dalamnya ada rasa, di dalamnya ada sir, di dalamnya ada Aku.
Baitul Muharam ada di dalam dada manusia, di dalamnya ada jantung, di dalamnya ada hati, di dalamnya ada rasa, di dalamnya ada sir, di dalamnya ada Aku.
Baitul Muqaddas ada di dalam kemaluan manusia, di dalamnya ada biji kemaluan, di dalamnya ada mani, di dalamnya ada meningkem, di dalamnya ada rasa, di dalamnya ada Aku.
Dengan terbentuknya Tribahwana dapat diketahui Trimurti, artinya tiga senyawa dan di sanalah insan mengetahui hakikat dari hidupnya sehingga ia menjadi manusia sejati.”
Mi’raj (Belajar Mati)
Manusia di dunia kalau kembali ke tempat asal azali abadi harus melalui sembilan pintu. Oleh karena itu, orang harus mengetahui tempat kembalinya, jika tidak maka dapat mati berkumpul dengan jin, markayangan, binatang, tumbuh-tumbuhan dan bisa juga mati masuk ke tempat batu-batu dan kayu-kayu atau gunung-gunung. Maka dari itu, dalam ajaran ini ada latihan untuk mengetahui tempat kemballi di kemudian hari sesudah mati. Latihan ini disebut Mi’raj atau Meradan.
Mula-mula masuk pintu I, akan bertemu dengan cahaya hitam, yakni wahaning nafsu lawwamah, seperti binatang. Tujuan hidupnya hanya kepada syahwat perut dan birahi. Jika tidak waspada akan kelorop (tertipu) masuk (inkarnasi) menjadi binatang ternak.
Pintu II akan bertemu cahaya merah, ialah wahaning nafsu amarah, yang ada di dalam jin berkasakan. Pengaruhnya yang menguasai pendengaran. Jika tidak waspada maka masuklah orang ke dalam alam jin.
Pintu III akan bertemu dengan cahaya hijau, ialah wahaning nafsu supiyah, rasanya dingin, banyak tampak ikan air dan binatang laut. Tajallinya penglihatan suka pada yang indah-indah, jika tidak awas orang akan terjerumus masuk ke dalam alam binatang air dan laut.
Pintu IV akan tampak cahaya kuning, adalah wahaning nafsu mutmainnah, rasanya tenang banyak burung berkicau, semua seolah-olah mengajak tinggal bersama. Kalau tidak waspada orang akan terjeumus masuk ke dalam alam burung.
Pintu V, setelah dilalui akan tampak bianglala berwarna tujuh macam melambaikan seolah-olah mengajak kita tinggal bersama. Jika tidak waspada maka akan tetap tinggal dalam alam tumbuh-tumbuhan.
Pintu VI akan tampak cahaya putih terang terdengar seolah-olah suara halus dan merdu mengajak tinggal bersama-sama. Jika tidak awas maka akan masuk alam malakut.
Pintu VII setelah dilalui akan terlihat cahay kuning keemas-emasan yang berasal dari suatu kelompok benda seperti rumah lebah, sedap serta nyaman dipandang. Itulah hakikat hati tempat berkumpul para ruh dan kalau berhenti maka tidak akan sampai ke tempat sejati yang kita cari.
Pintu VIII terbuka luas dan mudah dimasuki. Tampak cahaya terang benderang, rasa nikmat dan tenang yang tidak ada bandingannya. Inilah surga bagi mereka yang bernuat baik di dunia, tetapi bukan surga sejati yang dituju.
Pintu IX ialah pintu penghabisan. Jika manusia dapat masuk ke sini maka ia akan berjumpa dengan cahaya terang benderang yang tidak terbatas. Di sinilah surga sejati yang dirakit oleh Tuhan yang sejati. Tempat azali abadi tdak ada perbandingan dan persamaan, laisa kamitslihi syaiun.
D. Kesimpulan
Ngelmu Sejati Cirebon tampaknya adalah sebuah sinkretisme ajaran, yakni ajaran Islam sebagai mainstream dengan Hindu atau Budha. Nafas Hinduisme terasa kental sekali ketika berbicara mengenai perjalanan manusia setelah mati yang mendeskripsikan ajaran reinkarnasi dalam Hindu.
Referensi
Kamil Kertapraja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Masagung, 1985, hal. 90 – 95.
SUMBER : Mif19.tea's Blog
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar