Rabu, 15 Agustus 2012

KAOS RASA UDANG

CIREBON KOTA UDANG Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon. Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang. Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.[7] kemudian pada tanggal 7 Januari 1681 Cirebon secara politik dan ekonomi berada dalam pengawasan pihak VOC, setelah penguasa Cirebon waktu itu menanda tangani perjanjian dengan VOC.[8] Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda, tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi Gemeente Cheribon dengan luas 1.100 ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan luas 3.300 ha, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha. Pada tanggal 15 April 2011, Kota Cirebon diguncang dengan bom bunuh diri. Lokasi pengeboman berada di masjid Mapolresta Cirebon. Pada peristiwa tersebut, pelaku bom bunuh diri tewas seketika, dan terdapat beberapa orang luka parah.[9] Pemerintahan Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906, kota ini baru dipimpin oleh seorang Burgermeester (wali kota) pada tahun 1920 dengan wali kota pertamanya adalah J.H. Johan. Kemudian dilanjutkan oleh R.A. Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan statusnya oleh pemerintah Hindia-Belanda menjadi stadgemeente, dengan otonomi yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya. Selanjutnya pada tahun 1928 dipilih J.M. van Oostrom Soede sebagai wali kota berikutnya. Pada masa pendudukan tentara Jepang ditunjuk Asikin Nataatmaja sebagai Shitjo (wali kota) yang memerintah antara tahun 1942-1943. Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai tahun 1949, sebelum digantikan oleh Prinata Kusuma. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Kota Cirebon berusaha mengubah citra Kota Cirebon yang telah terbentuk pada masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota yang baru, berbeda dari sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya per aspera ad astra (dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang digunakan saat ini. Pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota Pekanbaru, hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis.[10][11] Wilayah administrasi Pemerintah Kota Cirebon berluas 37,358 km2, pada tahun 2008 terdiri dari 5 wilayah kecamatan, 22 kelurahan, 247 Rukun Warga (RW), dan 1.352 Rukun Tetangga (RT). Harjamukti merupakan kecamatan terluas (47%), kemudian berturut-turut Kesambi (22%), Lemahwungkuk (17%), Kejaksan (10%) dan Pekalipan (4%). Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Pemerintahan Kota Cirebon mencapai 6.982 orang, dengan komposisi pegawai laki-laki sebanyak 3.532 orang dan pegawai perempuan sebanya 3.450 orang. Tingkat pendidikan PNS di Pemerintahan Kota Cirebon yang terbanyak adalah lulusan S1 dan SLTA, lulusan S1 mencapai 32,34 persen, sedangkan lulusan SLTA mencapai 28,12 persen. Sementara itu lulusan D3 mencapai 22,23 persen, SLTP sekitar 7,69 persen, D1/D3 sekitar 26,37 persen, dan S2 sekitar 1,85 persen, dan masih ada lulusan SD yang bekerja yaitu mencapai 3,64 persen. Sementara itu, anggota DPRD Kota Cirebon pada tahun 2008 sebanyak 30 orang, yang terdiri 28 laki-laki dan 2 perempuan, dengan mayoritas tingkat pendidikan anggota DPRD adalah lulusan SLTA sebesar 13 orang, kemudian terbanyak kedua lulusan S1 sebesar 10 orang, dan lulusan S2 sebanyak 7 orang. Anggota DPRD tersebut terbagi kedalam 6 fraksi, Anggota fraksi terbanyak adalah Fraksi PDIP dan Fraksi Golkar, yang masing-masing sebesar 26,7 persen , sedangkan untuk fraksi lainnya, seperti Fraksi PAN mencapai 13,3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar